Tugas Makalah Etnosentrisme

MAKALAH TENTANG ETNOSENTRISME:
KEBUDAYAAN CAROK DI MADURA


KELOMPOK 8
Deki Panca (11116782)
Johanna Sindya (13116742)
Rizky PN (15116094)
Rufus Yudhistira K (16116704)



UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK 2016









KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, Oktober 2016

Penyusun

















DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi……………………………………………………………………………………….. ii

Bab I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………………. 1

Bab II : Pembahasan
2.1 Tujuan Melakukan Carok………………………………………………………………. 2
2.2 Penyebab Eksistensi Budaya Carok…………………………………………………. 2
2.3 Celurit Sebagai Simbol…………………………………………………………………. 4
2.4 Contoh Kasus…………………………………………………………………………….. 5

Bab III: Penutup
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….. 6
3.2 Saran…………………………………………………………………………………………6

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….. 7

Lampiran………………………………………………………………………………………. 8



BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Etnosentrisme adalah penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai dan standar budaya sendiri. Di Indonesia masih banyak perilaku-perilaku yang mencerminkan Etnosentrisme. Contoh Etnosentrisme yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah Budaya Carok di Madura. Carok merupakan tradisi bertarung yang sering terjadi di Madura yang disebabkan karena alasan tertentu yang berhubungan dengan harga diri kemudian diikuti antar kelompok atau antar klan dengan menggunakan senjata (biasanya celurit).


Rumusan Masalah
Apa tujuan seseorang melakukan Carok?
Apa penyebab eksistensi Carok?
Apa yang menjadi simbol kebudayaan Carok?





BAB II

PEMBAHASAN
Tujuan Melakukan Carok
Carok senantiasa dilakukan sebagai ritus balas dendam terhadap orang yang melakukan pelecehan harga diri, terutama gangguan terhadap isteri, yang membuat lelaki Madura malo (malu) dan tada’ tajina (direndahkan martabatnya). Carok telah menjadi arena reproduksi kekerasan. Korban carok, tidak dikubur di pemakaman umum melainkan di halaman rumah. Pakaiannya yang berlumur darah disimpan di almari khusus agar pengalaman traumatik terus berkobar guna mewariskan balas dendam.
Sedangkan keberadaan celurit punya makna filosofi di mata orang Madura, ini bisa dilihat dari bentuknya yang seperti tanda tanya, itu menunjukkan bahwa orang Madura selalu tidak puas terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya. Kebiasaan orang Madura ketika membawa celurit selalu diletakkan di pinggang samping kiri, karena menurut orang Madura tradisi seperti itu sebagai upaya pembelaan harga diri laki-laki di Madura, dan sebagai pelengkap karena tulang rusuknya laki-laki kurang satu. Makanya orang Madura menggunakan celurit untuk melengkapi tulang rusuknya yang kurang satu. Celurit untuk membela istri, harta, dan tahta ketika digangu orang lain, dan orang laki-laki Madura belum lengkap tanpa celurit. Keberadaan orang Madura sebagai orang tegalan yang tandus dan gersang, membuat mereka merasa kecil dan rendah hati sebagai orang yang jauh dari pusat kekuasaan Singasari pada waktu itu.


Penyebab Eksistensi Budaya Carok
Alam yang gersang.
Teror eceran berbentuk carok merajalela akibat alam gersang, kemiskinan, dan ledakan demografis. Pelembagaan kekerasan carok terkait erat dengan mentalitas egolatri (pemujaan martabat secara berlebihan) sebagai akibat tidak langsung dari keterpurukan ekologis (ecological scarcity).


Persetujuan sosial melalui ungkapan-ungakpan.
Ungkapan-ungkapan Madura memberikan persetujuan sosial dan pembenaran kultur tradisi carok. Ungkapan-ungkapan tersebut diantaranya : Mon lo’ bangal acarok ja’ ngako oreng Madura (Jika tidak berani melakukan carok jangan mengaku sebagai orang Madura); oreng lake’ mate acarok, oreng bine’ mate arembi’ (laki-laki mati karena carok, perempuan mati karena melahirkan); ango’an poteya tolang etembang poteya mata (lebih baik berputih tulang [mati] daripada berputih mata [menanggung malu]).


Proteksi berlebihan terhadap kaum wanita.
Carok refleksi monopoli kekuasaan laki-laki. Ini ditandai perlindungan secara berlebihan terhadap kaum perempuan sebagaimana tampak dalam pola pemukiman kampong meji dan taneyan lanjang.Pelecehan atas salah satu anggota komunitas dimaknai sebagai perendahan martabat seluruh warga kampong meji.


Upaya meraih status sosial.
Carok oleh sebagian pelakunya dipandang sebagai alat untuk meraih status sosial di dunia blater. Kultur blater dekat dengan unsur-unsur religio-magis, kekebalan, bela diri, kekerasan, dunia hitam, poligami, dan sangat menjunjung tinggi kehormatan harga diri.


Taneyan lanjang (halaman memanjang), memberikan proteksi khusus terhadap anak perempuan dari segala bentuk pelecehan seksual. Semua tamu laki-laki hanya diterima di surau yang terletak di ujung halaman bagian Barat. Martabat istri perwujudan dari kehormatan kaum laki-laki karena istri dianggap sebagai bantalla pate (alas kematian). Mengganggu istri merupakan bentuk pelecehan paling menyakitkan bagi lelaki Madura.


Blater di Madura juga kerap dihubungkan dengan remo.
Tradisi remo (arisan kaum blater) merupakan institusi budaya pendukung dan pelestari eksistensi carok. Remo berfungsi ganda, sebagai tempat transaksi ekonomi, sekaligus penguatan status sosial.


Celurit Sebagai Simbol Carok

Pada saat kerajaan Madura dipimpin oleh Prabu Cakraningrat (abad ke-12 M) dan di bawah pemerintahan Joko Tole (abad ke-14 M), celurit belum dikenal oleh masyarakat Madura. Bahkan pada masa pemerintahan Penembahan Semolo, putra dari Bindara Saud, putra Sunan Kudus di abad ke-17 M tidak ditemukan catatan sejarah yang menyebutkan istilah senjata celurit dan budaya carok. Senjata yang seringkali digunakan dalam perang dan duel satu lawan satu selalu pedang, keris atau tombak. (Zulakrnain, dkk. 2003: 63). Pada masa-masa tersebut juga masih belum dikenal istilah carok.
Celurit Sebagai Simbol Carok
Munculnya celurit di pulau Madura bermula pada abad ke-18 M. Pada masa ini, dikenal seorang tokoh Madura yang bernama Pak Sakerah. (Abdurachman, 1979: 74). Pak Sakerah diangkat menjadi mandor tebu di Bangil, Pasuruan oleh Belanda. Yang menjadi ciri khas dari Pak Sakerah adalah senjatanya yang berbentuk arit besar yang kemudian dikenal sebagai celurit (Madura : Are’), dimana dalam setiap kesempatan, beliau selalu membawanya setiap pergi ke kebun untuk mengawasi para pekerja. Kemunculan celurit menurut kisah Pak Sakerah ini terdapat kesesuaian dengan hasil penelitian De Jonge yang dikutip oleh (A. Latief Wiyata, 2002: 64). De Jonge mengutip laporan seorang asisten residen di Bangkalan, Brest van Kempen, yang menyatakan bahwa antara tahun 1847 – 1849, keamanan di pulau Madura sangat memprihatinkan mengingat hampir setiap hari terjadi kasus pembunuhan.




Contoh Kasus:
BANGKALAN – Kasus carok terjadi di wilayah hukum Polres Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Akibatnya, salah seorang warga setempat yang terlibat carok mengunakan senjata khas celurit ditemukan tewas di lokasi kejadian perkara (TKP).Informasi yang beredar di masyarakat menyebutkan, peristiwa carok yang terjadi di Desa Pakaan Laok, Kecamatan Galis, Bangkalan, ini berawal ketika ada warga menggelar hajatan dan mengundang orkes dangdut.Kemudian warga datang ke lokasi untuk menyaksikan hiburan orkes tersebut. Suasana yang awalnya berlangsung ramai dan aman, tiba-tiba menjadi gaduh. Rupanya telah terjadi carok antar- dua kubu massa. Akibat carok tersebut, salah seorang warga setempat tewas dengan luka penuh bacok di tubuhnya. Hingga kini, motif dari kasus carok masih belum diketahui secara pasti. Polisi masih melakukan penyelidikan dan memburu pelakunya. “Memang benar tadi malam ada carok hingga jatuh korban jiwa. Tapi, saya belum bisa memberikan keterangan lengkap sekarang,” terang Kapolsek Galis, AKP Hari Akrianto, pada wartawan ketika dikonfirmasi, Selasa (21/7/2015). Menurut Akri, pihaknya masih memburu para pelaku dan melakukan penyelidikan untuk mengungkap motif dibalik carok. Jika diberikan informasi secara lengkap sekarang, dirinya khawatir para pelaku kabur dan lolos dari sergapan petugas.





BAB III

PENUTUP


Kesimpulan
Kebudayaan carok adalah kebudayaan yang telah menjadi ciri khas atau sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Madura. Masyarakat Madura terkenal dengan kepribadian mereka yang sangat menjunjung tinggi harga diri. Carok disebabkan karena tejadinya Alam yang gersang, Persetujuan social, Proteksi berlebihan terhadap kaum wanita, Upaya meraih status social, batas wilayah, Tradisi remo. Carok disimbolkan dengan celurit karena celurit memiliki kesan yang sangat menakutkan dan kerapkali dilibatkan pada banyak tindakan kriminalitas yang terjadi di Indonesia.


Saran
Carok merupakan salah satu budaya Indonesia yang masih dilakukan di masyarakat Madura. Menurut pendapat kami, dengan menghadapi sebuah budaya yang sudah melekat di masyarakat tersebut, yang harus dilakukan oleh masyarakat Madura tersebut adalah melakukan penimbangan kembali nilai budaya Madura dan mencocokannya dengan norma – norma yang berkembang di masa sekarang ini, karena jika tidak maka orang akan memandang masyarakat Madura itu memiliki budaya negatif. Selain itu, memang ada budaya yang bersifat negatif yang mulai harus ditinggalkan.





DAFTAR PUSTAKA










LAMPIRAN


Ket : korban carok biasanya diletakan di halaman rumah.

untuk gambar ke dua lihat di : http://cdn-tin.timestechnet.com/images/2016/05/29/ILUSTRASI-CAROKJesMX.jpg

Ket : ilustrasi carok

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KEBUDAYAAN JAWA TIMUR

ETNOSENTRISME

Teknologi Sistem Cerdas